Rabu, 25 Oktober 2017

HOW TO PROTECTING BALINESE CULTURE ?


Berbicara tentang kebudayaan Bali pasti tidak akan pernah habis, namun dengan adanya perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi, sedikit demi sedikit masyarakat Bali mulai meninggalkan kebudayaan-kebudayaan khas daerah, dan mulai mengikuti perkembangan budaya dari negara saing. Hal tersebut sangat berbahaya dan dapat mengancam keberadaan Budaya Bali itu sendiri. Untuk itu, berikut adalah cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga dan melestarikan Budaya Bali.
1.     Kemauan untuk mempelajari budaya Bali, baik hanya sekedar mengenal atau bisa juga dengan ikut mempraktikkannya dalam kehidupan kita.
2.      Ikut berpartisipasi apabila ada kegiatan dalam rangka pelestarian kebudayaan Bali, misalnya :
a.       Mengikuti kompetisi tentang kebudayaan, misalnya tari tradisi atau teater daerah Bali.
b.      Ikut berpartisipasi dengan mementaskan budaya tradisonal Bali pada acara ataupun kegiatan tertentu.
c.       Mengajarkan kebudayaan Bali pada generasi penerus sehingga kebudayaan itu tidak musnah dan tetap dapat bertahan.
d.      Mencintai budaya Bali itu sendiri tanpa merendahkan dan melecehkan budaya orang lain.
e.       Mempraktikkan penggunaan budaya Bali dalam kehidupan sehari-hari, misalnya budaya berbahasa.
f.       Menghilangkan perasaan gengsi ataupun malu dengan kebudayaan Bali yang kita miliki.
g.      Menghindari sikap primordialisme dan etnosentrisme.
Sikap primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Sedangkan etnosentrisme adalah penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai dan standar budaya sendiri.
3.      Kenali Budaya Bali dengan cara : mencari tahu tentang budaya Bali dan mengikuti kegiatan atau komunitas tentang budaya, seperti tari tradisional, olahraga tradisional, dan lain-lain.
4.      Ajarkan budaya Bali kepada orang lain dengan cara mengajar di sekitar lingkungan dengan mengenalkan betapa indah dan kayanya budaya Bali.
5.      Memperkenalkan budaya Bali ke luar negeri dengan cara memposting kegiatan seni local di media sosial, menggunakan produk lokal, dan mengekspor barang hasil kesenian budaya lokal Bali.
6.      Tidak terpengaruh dengan budaya asing dengan cara tetap menjadikan budaya Bali sebagai identitas kita, dan memilih serta memilah kebudayaan asing yang berdampak positif terhadap kebudayaan lokal.
7.      Melakukan pendaftaran hak cipta, hak paten maupun hak desain industri ke lembaga yang berwenang untuk menghindari adanya pencurian dan plagiarisme kebudayaan Bali
8.      Tidak perlu menutup diri dari budaya luar. Pelajari budaya lain, ambil positifnya, kemudian implementasikan terhadap budaya kita.
9.      Mulailah menjadi pionir bagi produk budaya Bali, seperti misalnya menggunakan Endek.
10.  Memanfaatkan sosial media untuk menjadi game changer bagi promosi budaya dengan cara menggunakan sosial media untuk memposting hal-hal tentang buaya Bali. Contoh : hastag #ootd untuk caption posting Instagram saat kita memakai Endek.

BERITA SEKITAR



SORE HARI DI PANTAI LOVINA

Suasana Pantai Lovina pada hari Minggu, 1 Oktober 2017 lumayan ramai, selain diramaikan oleh warga lokal terdapat juga warga asing yang tampak disana. Mengingat Pantai Lovina merupakan salah satu obyek wisata di Buleleng, Bali yang terkenal dengan pertunjukan lumba-lumba di tengah laut.
Langit cerah dan cuaca yang bersahabat mendukung berbagai aktivitas pada sore itu,seperti memancing ikan yang dilakukan beberapa nelayan, berjemur, berenang, menikmati indahnya pantai sambil bercengkrama dengan sesama. Di bibir pantai terlihat beberapa perahu nelayan yang berjejer.
Kebersihan pantai masih sangat terjaga walaupun masih ada sedikit daun-daun dan ranting yang berserakan. Peringatan-peringatan yang menuliskan “Buanglah sampah pada tempatnya” dan juga “Jangan buang sampah sembarangan” terpampang di beberapa sudut pantai.
Keindahan Pantai Lovina tidak berhenti sampai disitu, dekorasi bekas Lovina Festival yang berlangsung pada 14 sampai 18 September 2017 masih menghiasi Dermaga Lovina. Hiasan-hiasan dari bambu, bola berwarna-warni yang ditata sedemikian rupa membuat dekorasinya terlihat indah. Di tengah-tengah dermaga terdapat tempat duduk untuk berfoto-foto yang diberi nama “Dermaga Cinta”
Untuk mencapai Pantai Lovina hanya perlu waktu kira-kira 15 menit dari Kota Singaraja. Untuk masuk ke Pantai Lovina tidak perlu membayar mahal, cukup dengan 2.000 rupiah untuk membayar parkir.

BERITA SEKITAR


TRAUMATIS TAHUN 63

 
Akibat ditetapkannya status Awas di Gunung Agung membuat para pengungsi yang memiliki kenangan buruk pada saat meletusnya Gunung Agung di tahun 1963 terkenang kembali. Ni Luh Griya merupakan salah satu pengungsi dari Desa Sukadana, Karangasem yang mengungsi di wantilan Pura Sukangneb, Tianyar, Karangasem. Usia nenek ini sekarang adalah 60 tahun. “Untuk kedua kalinya saya dihadapkan dengan kondisi yang sama, saya merasa sangat khawatir, jikalau memang kali ini Gunung Agung harus erupsi semoga tidak sedahsyat dan sehebat dulu.” terangnya.
Ni Luh Griya menceritakan tentang erupsi Gunung Agung tahun 1963. “Saya masih 6 tahun waktu itu, saya masih ingat dengan jelas ketika tiba-tiba siang berubah menjadi malam dalam hitungan menit.” Perubahan tersebut membuat Ni Luh Griya dan keluarga lari tunggang langgang menuju daerah Kintamani, Bangli.
Orang dahulu berbeda dengan sekarang karena pada saat erupsi tahun 1963 tidak semua orang mau mengungsi seperti kata Ni Luh Griya “Dulu orang-orang keras kepala, tidak mengikuti anjuran dari pemerintah, banyak orang tetap tinggal di rumah masing-masing, itulah yang menyebabkan banyak korban jiwa pada saat itu.” Trauma mendalam yang dialami nenek berusia 60 tahun itu membuat dirinya dan keluarga mengungsi di Wantilan Pura Sukangneb, Desa Tianyar Karangasem setelah mendengar perubahan status Siaga ke Awas.
            Perasaan trauma yang dialami Ni Luh Griya sangat jelas terlihat diwajahnya saat Ni Luh Griya mengatakan “Saya tidak ingin tinggal di rumah apalagi bolak balik Karangasem seperti pengungsi lainnya karena saya masih merasa trauma ataas kejadian di tahun 63 disamping juga karena keadaan saya yang tidak memungkinkan sudah tidak seperti dulu, sekarang saya sudah tua, berjalan saja susah apalagi berlari jika Gunung Agung meletus lebih baik saya tetap diam di pengungsian”

TADA SUKLA: BANTEN GALUNGAN DESA PEDAWA

                        Gambar di atas merupakan “ Tada Sukla ” salah satu s...